Mataram – Pemprov NTB terus dikejar waktu untuk menyelesaikan realokasi anggaran untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Berdasarkan surat keputusan bersama (SKB) Menteri Keuangan (Menkeu) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), realokasi anggaran paling lambat dilaporkan ke Pemerintah Pusat pada 23 April mendatang.
Sesuai SKB Menkeu dan Mendagri tersebut, Pemprov maupun Pemda Kabupaten/Kota diminta memotong belanja barang jasa dan belanja modal pada komponen belanja langsung di APBD 2020 sebesar 50 persen. Sementara itu, berdasarkan hitung-hitungan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) NTB, khusus untuk belanja birokrasi Pemprov NTB yang bisa dialihkan untuk penanganan Covid-19 sekitar Rp586 miliar.
Kepala Bappeda NTB, Ir. Wedha Magma Ardhi, M.TP yang dikonfirmasi Suara NTB kemarin mengatakan, realokasi anggaran masih sedang berlangsung. ‘’Masih digodok,’’ kata Ardhi singkat.
Informasi yang diperoleh Suara NTB, seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sedang diminta menyampaikan anggaran-anggaran yang direalokasi. Hasil realokasi anggaran yang dilakukan OPD kemudian disampaikan ke Bappeda.
Asisten III Setda NTB yang juga anggota Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemprov NTB, Drs. H. Lalu Syafi’i, MM yang dikonfirmasi Suara NTB juga mengatakan, proses realokasi anggaran sedang berproses. Ia mengatakan, realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19 akan tuntas sebelum batas waktu yang ditetapkan Pemerintah Pusat.
Batas waktu penyelesaian perubahan APBD 2020 tertuang dalam poin kedelapan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dengan Nomor 119/2813/SJ, Nomor 177/KMK.07/2020 tentang Percepatan Penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2020 dalam Rangka Penanganan Daya Beli Masyarakat dan Perekonomian Nasional yang ditandantangani keduanya pada 9 April 2020. Pusat memberikan batas waktu selama 14 hari sejak SKB tersebut ditandatangani Menkeu dan Mendagri.
Dijelaskan, SKB Menkeu dan Mendagri tersebut menjadi acuan Pemda dalam melakukan realokasi anggaran pada APBD 2020. Dalam SKB tersebut diminta semua Pemda harus memotong belanja langsung sebesar 50 persen. Belanja langsung yang dimaksud adalah belanja barang jasa dan belanja modal. Kemudian dialihkan untuk penanganan Covid-19.
Syafi’i mengatakan, Pemprov NTB memprediksi penurunan pendapatan akibat pandemi Covid-19 sekitar 15 persen. Atau pendapatan daerah akan berkurang sekitar Rp700 miliar. Baik itu pendapatan dari dana transfer maupun pendapatan asli daerah (PAD).
‘’Kita prediksi kalau penurunan pendapatan sampai 15 persen saja, maka kita akan kehilangan pendapatan kalau dihitung-hitung sekitar Rp700 miliar. Baik yang bersumber dari pendapatan transfer maupun PAD,’’ sebutnya.
Jumlah masyarakat yang terkonfirmasi positif Covid-19 di NTB terus bertambah, tak terkecuali dampaknya terhadap situasi ekonomi daerah. NTB sebagai wilayah yang akan terdampak signifikan.
Sekjen Fitra NTB, Ramli Ernanda, Senin, 20 April 2020 kemarin mengatakan, rasionalisasi dan realokasi APBD 2020 suka tak suka harus diambil sebagai langkah responsif Pemda. Pemerintah pusat menginstruksikan, sekurang-kurangnya 50 persen dari belanja barang dan belanja modal harus dirasionalisasi, termasuk tunjangan dan honorarium kegiatan atau penundaan belanja infrastruktur. Sehingga, setidaknya anggaran Provinsi NTB yang harus tersedia sekitar Rp1,2 triliun.