Wabah pandemic COVID-19 telah berdampak signifikan terhadap situasi ekonomi dan social masyarakat dalam beberapa bulan ini. Sebagian besar masyarakat mengalami penurunan pendapatan, bahkan kehilangan pekerjaan. Ekonomi masyarakat terpukul dan diprediksi akan menambah angka kemiskinan pada tahun mendatang. Kelompok-kelompok paling terdampak antara lain, kelompok rumah tangga miskin, perempuan kepala keluarga, penyandang disabilitas, kelompok sektoral seperti nelayan tradisional dan pekerja sektor informal. Pun sektor jasa pariwisata yang menjadi salah satu sektor unggulan daerah. Presiden Jokowi telah berhitung, NTB akan menjadi wilayah paling terdampak.
Pemerintah pusat dan pemerintah di tingkat local telah mengambil kebijakan menyiapkan jaring pengaman social (social safety net) atau JPS bagi kelompok masyarakat rentan. Pemerintah pusat menambah alokasi untuk penerima Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), dan menyediakan Bantuan Sosial Tunai (BST). Di daerah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota pun menyediakan JPS dalam bentuk pangan dan non-pangan, atau bantuan tunai. Terakhir, pemerintah desa juga mengalihkan sekitar 25-35 persen Dana Desa yang diterima tahun ini.
Setidaknya tersedia triliunan rupiah anggaran JPS di NTB dari 6 sumber tersebut. Diharapkan, stimulus ini dapat mempertahankan daya beli masyarakat di tengah beban pengeluaran yang meningkat dan berkurangnya pendapatan. Tapi sekali lagi, efektivitas dari strategi dan intervensi kebijakan yang disiapkan akan bergantung pada ketepatan sasaran JPS tersebut. Lalu pada akhirnya benang merahnya adalah validitas data penerima manfaat.
Polemik data penerima bantuan terus mencuat di ruang public sepanjang pendistribusian JPS. Soalnya adalah banyak ditemukan penerima bantuan ganda, salah sasaran, dan tentunya ada masyarakat miskin atau terdampak yang tidak tercakup bantun. Pemerintah pusat maupun daerah mengklaim, penyaluran bantuan didasarkan pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dikelola Kementerian Sosial.
DTKS Provinsi NTB per Januari 2020 tercatat sebanyak 860 ribu lebih rumah tangga, yang tercatat by name by address. Dari seluruh rumah tangga tersebut disebutkan oleh pemerintah, jika tidak seluruhnya mendapat manfaat dari program pemerintah pusat, seperti BPJS-PBI, PKH maupun BPNT. Mereka yang tidak ter-cover dan tidak tercatat dalam DTKS inilah yang disebutnya akan dimasukkan dalam skema JPS Provinsi, Kabupaten/kota maupun BLT DD selama masa COVID-19. Sayangnya, data DTKD ini tidak pernah terbuka, termasuk data penerima JPS daerah yang akan disalurkan selama tiga bulan ke depan. Bahkan KPK menyebut, hanya 286 pemda yang perbaharui DTKS.
Siapa Menikmati Bantuan Pemerintah?
Ada baiknya kita menghitung kembali bantuan-bantuan pemerintah yang disalurkan di masa pandemic ini di NTB. Dinsos Provinsi NTB menyebutkan dalam rilisnya ke media, jumlah keluarga penerima manfaat (KPM) program pemerintah pusat sebanyak 1.140.251 KPM, termasuk kouta tambahan PKH dan BPNT, dengan rincian; penerima PKH 329.883 KPM, BPNT 540.363 KPM, BST 270.005 KPM. Kemudian ditambah dengan data penerima JPS Provinsi NTB sebanyak 105.000 KPM, JPS Kab/Kota sebanyak 183.625 KPM, dan BLT DD sebanyak 219.691 KPM. Total jumlah keluarga penerima manfaat dari seluruh JPS yang disiapkan pemerintah di semua tingkatan sebanyak 1,6 juta keluarga penerima. Jumlah ini cukup mencengangkan, sebab BPS pada tahun 2019 mencatat jumlah rumah tangga di NTB sekitar 1,4 juta rumah tangga. Artinya, jumlah bantuan yang tersedia sebenarnya begitu banyak, melebihi jumlah rumah tangga yang ada. Siapa yang menikmati bantuan sisa tersebut? Seharusnya, semua rumah tangga di NTB tanpa terkecuali menerima manfaat dari bantuan pemerintah saat pandemic ini. Tapi faktanya, masih banyak keluarga yang juga terdampak harus bersabar.
Berdasarkan data-data ini, Fitra NTB melakukan simulasi untuk menghitung potensi penerima ganda dan salah sasaran. Fitra NTB menemukan, potensi keluarga penerima bantuan ganda lebih dari 237 ribu KK. Kemudian, potensi penerima salah sasaran sekitar 422 ribu KK. Bahkan kuat dugaan, ada penerima fiktif, misalnya mereka yang telah meninggal atau pindah domisili. Kemungkinan data error ini tampaknya tejadi pada program pemerintah pusat.
Kondisi ini menggambarkan buruknya pengelolaan data terpadu oleh pemerintah. Sengkarut data ini semakin diperparah oleh koordinasi antar pemerintah yang tidak berjalan dengan baik, khususnya dalam penanganan dampak ekonomi akibat covid-19. Selain itu, pembagian peran dan bentuk intervensi antar pemerintah tidak jelas dan tumpang tindih. Dampak buruknya efektivitas pengalokasian triliunan anggaran tidak akan cukup mampu memberikan daya ungkit siginifikan dalam mempertahankan daya beli masyarakat terdampak dan menekan angka kemiskinan. Barangkali, inilah salah satu faktor lambatnya pengurangan kemiskinan dalam dua dekade ini.
Masa pandemic ini dapat menjadi momentum tepat untuk menyelesaikan sengkarut data yang berkepanjangan ini. Dalam rangka mempercepat perbaikan DTKS Provinsi NTB, Fitra NTB merekomendasikan kepada pemerintah daerah.
Pertama, Gubernur NTB selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 NTB agar memerintahkan Dinas Sosial Provinsi NTB untuk mengkoordinir dan memfasilitasi rekonsiliasi data penerima JPS dengan melibatkan pemerintah desa dan masyarakat secara partisipatif. Gugus Tugas dapat melibatkan perwakilan masyarakat sipil untuk mendukung percepatan rekonsiliasi data ini.
Kedua, Pemerintah Provinsi NTB dan Kabupaten/Kota mengalokasikan anggaran yang memadai untuk mendukung percepatan validasi data di tingkat desa/kelurahan, yang dialokasikan untuk penyelenggaraan Musdus dan Musdes validasi data, serta insentif relawan data desa. Sejauh ini, Desa hanya memvalidasi data penerima JPS untuk calon penerima BLT DD. Ketersediaan pembiayaan dari pemerintah supra-desa dibutuhkan di saat APB Desa hanya cukup untuk penanganan Covid-19, penyediaan BLT dan PKDT;
Ketiga, Dinsos Provinsi dan Kabupaten/Kota agar membuka data keluarga penerima manfaat seluruh jenis bantuan yang disalurkan oleh pemerintah pusat dan daerah. Termasuk pemerintah desa, untuk informasi penerima BLT DD. Penyediaan data dapat dilakukan melalui papan informasi desa maupun secara online oleh PPID Provinsi NTB; dan
Keempat, menyediakan ruang partisipasi publik untuk melakukan uji silang terhadap seluruh data penerima bantuan. Di samping itu menyediakan kanal umpan balik dan pengaduan.