Tahun 2021 merupakan tahun ketiga pemerintahan Gubernur Zulkieflimansyah dan Wakil Gubernur Sitti Rohmi Djalilah untuk pencapaian visi NTB Gemilang. Tahun ini dapat dikatakan sangat krusial dalam melewati masa transisi pasca pandemi. Pemerintah daerah perlu berhati-hati dalam memastikan instrument fiscal daerah agar dapat berfungsi sebagai instrument stabilisasi, alokasi dan distribusi di tengah kelesuan ekonomi dan upaya pemenuhan akses layanan publik.
Pada tahun ketiga ini, Pemprov NTB akan berfokus pada pembangunan ekonomi daerah. Hal tersebut tercermin dari tema RKPD 2021, yaitu “Membangun Pertumbuhan Ekonomi, Peningkatan Nilai Tambah Pertanian/Agribisnis, Industri, Pariwisata, dan Investasi serta Penguatan Sistem Kesehatan Daerah”. Berdasarkan tema tersebut, Pemprov NTB merumuskan tiga arah kebijakan pembangunan daerah, yaitu: (1) Pemulihan social ekonomi masyarakat pasca pandemic COVID-19; (2) Meningkatkan nilai tambah ekonomi yang ditopang oleh SDM dan infrastruktur yang memadai; dan (3) Memastikan inklusivitas dan keberlanjutan pembangunan ekonomi.
Pada tahun 2021 ini Pemerintah provinsi NTB menetapkan target pembangunan daerah yang optimis. Namun di sisi lain, kebijakan anggaran tidak cukup mendukung untuk pencapaian target tersebut. Ditambah lagi, kondisi kapasitas fiscal daerah yang sangat rendah.
Tabel. Target Pembangunan Daerah Tahun 2021
No. | Indikator | Target |
1. | Pertumbuhan ekonomi tanpa tambang non-migas (%) | 2,75 – 3,30 |
2. | Inflasi (%) | 3,00 – 4,00 |
3. | Angka kemiskinan (%) | 12,98 |
4. | Tingkat pengangguran terbuka (%) | 3,30 |
5. | Rasio Gini | 0,353 |
6. | IPM | 69,20 |
Kapasitas Fiskal dan Kualitas Belanja Pembangunan Daerah Menurun
Proyeksi APBD NTB Tahun 2021 tumbuh positif dengan angka pertumbuhan yang masih pesimistis seperti tahun lalu. Pendapatan daerah ditargetkan tumbuh 2,6%, sedangkan belanja daerah diproyeksikan meningkat hanya 0,9%. Proyeksi pertumbuhan ini tidak sebanding dengan dengan asumsi makro pertumbuhan ekonomi tahun ini yang diproyeksikan cukup optimis mencapai 3%, setelah mengalami kontraksi sangat dalam sepanjang tahun 2020. Nominal pendapatan daerah tahun ini ditargetkan sebesar Rp 5,47 triliun, dan belanja daerah sebesar Rp 5,53 triliun. Sehingga terjadi deficit sebesar Rp 55 miliar.
Pendapatan daerah tahun 2021 sebagian besar ditopang oleh dana transfer pemerintah pusat, meskipun demikian kontribusi PAD menunjukkan tren membaik dalam 5 tahun terakhir. Nominal PAD ditargetkan tumbuh 2,6% menjadi Rp 1,95 triliun, sedangkan penerimaan transfer dari pemerintah pusat, khususnya Dana Perimbangan, meningkat 1,2% menjadi Rp 3,39 miliar. Respon pemerintah daerah dengan meningkatkan kinerja penerimaan PAD di tengah keuangan Negara yang seret patut diapresiasi.
Kinerja pajak dan retribusi daerah menunjukkan peningkatan yang cukup baik. Pajak daerah diproyeksikan meningkat 8,2%, dan retribusi daerah tumbuh negative 26,9% namun dengan nominal yang jauh lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2019. Tapi di sisi lain, pemerintah daerah perlu memperhatikan agar target kinerja ini tidak membebani dan memberikan ekses negative terhadap upaya pemulihan ekonomi masyarakat paska pandemi COVID-19.
Peningkatan PAD tahun ini nyatanya tidak cukup membantu meningkatkan kapasitas fiscal daerah yang terus terkontraksi dalam tiga tahun terakhir. Penyempitan ruang fiscal daerah ini berimplikasi signifikan pada keterbatasan kemampuan pemerintah daerah membiayai program prioritas. Persoalan ini tentu akan berimplikasi pada penurunan kualitas layanan publik. Misalnya, tahun ini alokasi anggaran urusan kesehatan menurun dibandingkan alokasi pada tahun-tahun sebelumnya. Sehingga target peningkatan IPM akan terhambat.
Di sisi lain, kualitas belanja pemerintah daerah juga terus menurun dan berpotensi tidak memberikan daya ungkit signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, dan upaya pemulihan ekonomi masyarakat, sebagaimana ditargetkan pada tahun 2021. Alokasi belanja pembangunan menyusut kembali menjadi 34,2% dari total belanja daerah yang berjumlah Rp 5,53 triliun. Lebih dari separuh belanja daerah tahun 2021 dialokasikan untuk belanja pegawai dan belanja hibah yang semakin membebani APBD.
Dengan fakta ini, upaya pemulihan ekonomi daerah dan penguatan sistem kesehatan daerah yang dicanangkan tahun ini berpotensi tidak mencapai hasil yang maksimal. Untuk itu, pemerintah Provinsi NTB perlu melakukan langkah konkret dalam mendorong perluasan ruang fiscal daerah di masa mendatang, meningkatkan kualitas belanja daerah, mengurangi inefesiensi anggaran, serta mempercepat reformasi birokrasi secara menyeluruh. Dengan strategi ini, diharapkan pertumbuhan ekonomi dan pelayanan publik yang berkualitas serta inklusif dapat dicapai di masa-masa transisi pasca pandemi.