Dewan Pengurus Daerah KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) Lombok Timur atau sebut saja KNTI Lotim, berdiri sejak tahun 2020. Dimulai dari beberapa orang pengurus yang asalnya adalah sejumlah aktivis WALHI NTB dan pegiat LPSDN, sebuah lembaga yang telah lama bekerja pada isu nelayan dan pesisir di Kawasan Lombok bagian selatan dan berkantor di Jerowaru, Lombok Timur.
Sekitar akhir 2020, sebagai bagian dari upaya lembaga mendorong perbaikan kehidupan nelayan setempat, KNTI lotim mulai memetakan masalah yang dihadapi nelayan melalui serangkaian diskusi di lapangan. Salah satu keluhan nelayan dalam diskusi ialah sulitnya mereka mendapatkan BBM (bahan bakar minyak), baik untuk bahan bakar kapal yang melaut, maupun untuk kegiatan budidaya.
Selama ini nelayan biasanya memperoleh BBM dari penjual eceran pinggir jalan dengan harga mahal. Nelayan tak mungkin membeli BBM ke SPBU yang dikelola oleh pertamina karena jaraknya sangat jauh. Pernah ada pengalaman mencoba mengakses langsung ke SPBU, namun seringkali saat dicari BBM sudah habis. Hal ini diarasa menjadi masalah karena dengan harga BBM yang tinggi, pendapatan nelayan dari hasil melaut akhirnya banyak terserap untuk membeli BBM. Nelayan di Lombok Timur jumlahnya cukup besar hingga 13.700 jiwa (2020). Mayoritas tinggal di dua kecamatan yakni di Kecamatan Jerowaru dan Keruak, yang tersebar pada 13 desa.
Situasi ini dirasa menjengkelkan bagi nelayan di Lombok Timur. Pasalnya, sebenarnya pemerintah diketahui punya program BBM bersubsidi untuk nelayan. Namun BBM murah itu selama ini belum pernah dinikmati nelayan. Nelayan kemudian meminta KNTI Lombok Timur bisa melakukan upaya untuk mempermudah akses mereka ke BBM murah.
***
Menindaklanjuti masalah ini, KNTI Lotim mengajak nelayan untuk beraudiensi dengan pihak pengelola SPBU terdekat di Keruak. Hasilnya, petugas SPBU menyampaikan bahwa pihaknya tidak bisa menjamin ada BBM tersedia bagi nelayan, karena kuota sering kosong. Meski demikian, masih ada jalan bagi nelayan. Pihak SPBU menyampaikan kalau nelayan dapat mengakses BBM bersubsidi jika ada rekomendasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lombok Timur (DKP Lotim). SPBU akan menyediakan BBM bersubsidi jika ada rekomendasi dari Dinas.
Ini kabar gembira bagi nelayan, dan harapan pun membuncah. Pekan berikutnya, KNTI Lotim bersama nelayan mengunjungi DKP Lotim untuk memperoleh rekomendasi. Ternyata tidak semudah itu. Surat Rekomendasi yang diharapkan rupanya perlu banyak persyaratan yang sulit dipenuhi oleh nelayan kecil. Pejabat DKP Lotim menjelaskan syarat penerbitan surat rekomendasi berupa: harus terdaftar (punya Kartu KUSUKA), punya SLO, SPB dsb. Karena itu nelayan diminta mengurus persyaratan untuk penerbitan surat rekomendasi. Di luar itu, merujuk penjelasan DKP Lotim, jatah kuota BBM bersubsidi yang disediakan di SPBU ditentukan oleh adanya data nelayan dan besar kebutuhan BBM untuk melaut. Karena itu nelayan dan kebutuhan BBM mereka harus terdata untuk selanjutnya diusulkan kepada pemerintah pusat. Ini seperti hantaman badai bagi nelayan.
Sudah terbiasa menunggang badai, para pengurus KNTI Lotim tidak mudah menyerah. Karena urusannya sudah berkaitan dengan pemerintah pusat, pengurus mencoba meminta bantuan ke Jakarta. Ketua KNTI Lotim, Haji Dedy Ori Sopian, mengkoordinasikan permasalahan yang dihadapi oleh nelayan Lotim ini kepada pengurus pusat, yaitu DPP KNTI di Jakarta.
Saat itu, DPP KNTI sedang melaksanakan program SPARK bersama Seknas FITRA dkk, dengan fokus agenda mendorong perbaikan akses nelayan kecil terhadap BBM bersubsidi. Sejak medio 2020, di tingkat nasional telah dilaksanakan pendataan mengenai kondisi akses nelayan terhadap BBM bersubsidi dan pendampingan di dua provinsi, yakni di Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Berangkat dari pengalaman di dua provinsi tersebut, DPP KNTI sebenarnya telah memiliki pemahaman yang cukup mengenai masalah ini, sehingga tahu apa yang perlu dilakukan.
***
DPP KNTI mendapatkan dukungan dari Seknas FITRA, Perkumpulan Insisiatif dan IBP (international Budget Partnership), dan telah lahir Koalisi Nasional KUSUKA Nelayan untuk kolaborasi advokasi masalah ini. Secara nasional, jumlah nelayan kecil mencapai 96 persen dari jumlah nelayan Indonesia. Namun menurut hasil survey nasional yang dilaksanakan Koalisi, sangat banyak nelayan yang tidak bisa mengakses BBM bersubsidi, angkanya mencapai 82,04 persen. Umumnya nelayan belum terdata dan karenanya tidak memiliki Kartu KUSUKA, jadi pasti sulit mengurus surat rekomendasi pembelian BBM bersubsidi.
Anehnya, hasil kajian Koalisi juga menemukan bahwa realisasi anggaran bersubsidi setiap tahunnya ternyata rata-rata hanya 25 persen dari alokasi. Sisanya, justru digunakan atau dialihkan ke sektor lain. Artinya, program subsidi BBB bagi nelayan kecil itu tidak kredibel. Sangat disayangkan, padahal pengeluaran untuk membeli BBM menyerap 60-70 persen biaya produksi nelayan kecil. Artinya, kalau BBM bisa lebih murah, maka pendapatan nelayan pasti meningkat.
Atas fasilitasi pengurus pusat KNTI, pengurus daerah KNTI Lotim kemudian mendapatkan penguatan kapasitas dari Seknas FITRA, FITRA NTB, dan Inisiatif. Mulai dari pelatihan advokasi kebijakan anggaran, memahami regulasi pengurusan surat rekomendasi pembelian BBM bersubsidi, dan pendampingan penguatan organisasi. Darisini, nelayan mengenal jargon baru: “Daulat Rakyat atas Anggaran. Daulat Nelayan Tradisional atas Anggaran.” Selanjutnya, wilayah Lombok Timur juga masuk menjadi salah satu lokasi pelaksanaan audit sosial kondisi akses BBM nelayan yang dilaksanakan secara nasional.
Seknas FITRA juga sedang melaksanakan analisis terhadap anggaran di sektor kelautan dan perikanan, baik anggaran pusat maupun daerah. Sehinga anggaran di kabupaten Lotim dan Provinsi NTB juga ikut dianalisis. Saat DPP KNTI melaksanakan seminar nasional untuk mengekspos temuan audit sosial dan studi anggaran, DKP Lombok Timur dan Provinsi NTB diajak terlibat sebagai peserta, dengan harapan mereka memiliki pemahaman yang lebih baik bahwa kendala yang dihadapi oleh nelayan Lotim, adalah kendala yang umum ditemui.
***
KNTI Lotim didampingi FITRA NTB menyusun rencana aksi dan mengembangkan koalisi masyarakat peduli nelayan kecil di Lombok Timur. Selanjutnya koalisi daerah ini melaksanakan kampanye menyuarakan akses BBM bersubsidi untuk nelayan kecil melalui “Pawai Sampan Tradisional” di tengah laut serangkaian Hari Nusantara pada 13 Desember 2021. Peringatan Hari Nusantara juga dilaksanakan pengurus daerah KNTI di provinsi lain seperti di Aceh, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Timur.
Bersama Koalisi, KNTI Lotim mengadukan masalah yang dialami oleh nelayan kepada Ombudsman RI Perwakilan NTB, di Mataram. Tujuannya, minta dibantu perbaikan pelayanan. Pemberitaannya mendapatkan liputan luas oleh media massa. Langkah ini dilanjutkan dengan melakukan audiensi dengan DPRD dan DKP Lotim. Saat itu, nelayan meminta ada kemudahan dalam persyaratan pengurusan surat rekomendasi bagi nelayan kecil. Audiensi juga dilakukan dengan DKP Provinsi NTB dan DPRD Provinsi NTB, kali ini juga bersama pengurus KNTI Lombok Utara.
Audiensi ini memberikan hasil. Karena di Lotim belum ada peraturan yang mengatur mengenai persyaratan penerbitan Surat Rekomendasi untuk nelayan kecil dengan ukuran kapal kurang dari 10 GT, maka Kepala Dinas DKP Lotim mengambil keputusan (diskresi) yang memudahkan nelayan. Untuk sementara waktu, syarat penerbitan surat rekomendasi cukup berbekal KTP dan kartu nelayan/surat keterangan dari desa, dan data kebutuhan BBM dan data kapal. Tentunya, koordinasi dengan Ombudsman NTB juga memberikan pengaruh terhadap kebijakan dinas ini.
Setelah semua persyaratan dipenuhi, akhirnya nelayan kecil anggota KNTI Lotim memperoleh surat rekomendasi pembelian BBM dari DKP Lotim. Pembelian BBM bersubsidi di SPBU di Keruak dilakukan secara berkelompok, untuk menghemat biaya karena jarak SPBU yang jauh. Meski belum ada solusi yang maksimal, namun nelayan cukup bersyukur dengan adanya perbaikan itu. Paling tidak sekarang ada kepastian kuota BBM selalu tersedia, dan BBM bisa diperoleh dengan harga yang lebih murah daripada sebelumnya. Perjuangan itu mulai menghasilkan kemenangan kecil. Nelayan semakin yakin, nasib baik akan menghampiri.
***
Beberapa agenda yang lebih sistemik mulai dilaksanakan. Pendataan nelayan dilaksanakan secara terencana melalui Posko Pengaduan Nelayan dibantu oleh organisasi basis KNTI di 13 desa. DPP KNTI memfasiltasi pengembangan MoU dengan Pusdatin KKP, sehingga pegiat KNTI di daerah-daerah, seperti di Lombok Timur, bisa punya legalitas melakukan pendataan nelayan yang dientri dalam sistem data base Pusdatin. Setiap daerah ada empat orang pegiat KNTI yang mendapatkan SK dari Pusdatin KKP untuk melaksanakan pendataan. Tujuannya, untuk mempercepat pendataan dan kepemilikan Kartu KUSUKA bagi nelayan kecil tradisional, khususnya anggota KNTI. Sampai akhir 2020, tercatat sudah 2.000 nelayan Lombok Timur dan Lombok Utara dietri ke dalam database Pusdatin KKP, menunggu terbitnya Kartu KUSUKA.
Atas dukungan FITRA NTB, pengurus KNTI Lotim dan Lombok Utara juga membangun kerjasama dengan Ombudsman Perwakilan NTB untuk melakukan penguatan kapasitas nelayan dalam mengelola Posko Pengaduan Nelayan. Disepakati melalui Perjanjian Kerjasama (PKS) untuk melakukan penguatan kapasitas dan kerjasama pengawasan maladministrasi pelayanan publik dan menyambungkan Posko dengan sistem Ombudsman. Dengan begitu, Posko Pengaduan Nelayan dapat menjadi jaringan Ombudsman di lapangan. Inisiatif ini diperluas dengan penandatangan MoU antara DPP KNTI dengan Ombudsman RI pada 25 November 2021 di Jakarta, disusul PKS di beberapa provinsi lainnya.
DPP KNTI bersama Koalisi KUSUKA Nelayan secara aktif terus melaksanakan kampanye dan advokasi perbaikan akses BBM bersubsidi untuk nelayan kecil tradisional. Koalisi melakukan audiensi dengan kementerian terkait, berkunjung ke BPK RI, melakukan dialog dengan Kantor Staf Presiden dan DPR RI.
MULAI BEROPERASI. SPBUN di Jerowaru Lombok Timur khusus untuk melayani BBM bersubsidi bagi nelayan kecil Lombok Timur bagian Selatan, mulai beroperaso. SPBUN ini dikelola oleh Koperasi Nelayan Sabuk Hijau.
MENGHEMAT PRODUKSI NELAYAN KECIL. Menkop UMKM RI, Teten Masduki meresmikan penggunan SPBUN di Pekalongan, Jawa Tengah, yang dikelola oleh Koperasi Nelayan sekaligus melaunching perluasan Program SOLUSI Nelayan bersama PT. Pertamina.
Setelah dua tahun, advokasi secara nasional oleh Koalisi KUSUKA Nelayan memberi jawaban yang lebih menggembirakan bagi nelayan Lombok Timur. Pemerintah melalui kerjasama antara PT. Pertamina, Kemenkop UMKM, Kementerian BUMN memutuskan untuk melaksanakan pilot project SOLUSI Nelayan, yakni penyaluran BBM bersubsidi melalui koperasi nelayan. Untuk itu akan didirikan SPBUN yang dikelola oleh koperasi nelayan di tujuh titik, salah satunya berlokasi di Lombok Timur. Pada tanggal 25 Mei 2023, SPBUN yang dikelola oleh Koperasi Sabuk Hijau, salah satu sayap usaha DPD KNTI Lombok Timur mulai melayani pembelian BBM bersubsidi untuk nelayan setempat di sekitar Jerowaru.
Pada 30 Agustus 2023, bertempat di Pekalongan, Jawa Tengah, Menkop UMKM RI, Teten Masduki meresmikan penggunaan SPBUN di Pekalongan yang dikelola oleh koperasi nelayan melalui pilot project ini sekaligus melaunching perluasan Program SOLUSI Nelayan. Tahun ini, ada 59 SPBUN sedang dibangun di berbagai daerah pesisir serangkaian perluasan program, dan ditargetkan hingga tahun 2025 secara keseluruhan akan dibangun 250 SPBUN yang dikelola oleh koperasi nelayan.
Meski banyak perubahan telah terjadi, namun KNTI Lotim memahami bahwa upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan ialah pertempuran jangka panjang yang membutuhkan ketahanan stamina. Anggota KNTI Lotim sekarang berkembang lebih dari 2.000 orang dari sebelumnya hanya beberapa orang pengurus, bukti bahwa kepercayaan nelayan menguat terhadap organisasi, namun juga ada konsekuensi penataan managemen gerakan yang lebih tepat untuk memastikan mereka hadir dalam arena kebijakan. Masih banyak persoalan yang mengsancam kehidupan nelayan, seperti soal sanitasi, air bersih dan layanan kebersihan sekitar pemukiman nelayan. Belum lagi tantangan perubahan iklim yang semakin sulit untuk dielakkan. Singkatnya, “Daulat Nelayan atas Anggaran” harus terus diperjuangkan dan diperluas.
Hadirnya beberapa program pemerintah yang memudahkan akses nelayan kecil terhadap BBM bersubsidi harus terus dikawal. Salah satu diantaranya memastikan percepataan pendataan nelayan dan penerbitan Kartu KUSUKA oleh KKP RI. Karena dengan memiliki kartu ini, berarti nelayan diakui legalitasnya, dan membuka peluang untuk mengakses program dan anggaran baik dalam bentuk bantuan sosial, bantuan alat penangkapan dan budidaya, penguatan kapasitas, asuransi hingga BPJS. Ervyn Young-Seknas FITRA (Januari, 2024).-