Pandemi Covid-19 memberikan tekanan luar biasa pada kapasitas fiskal daerah. Prioritas pembangunan dan janji politik kepala daerah berpotensi tidak terbiayai secara memadai. Untuk menghindari potensi gagal, pemda perlu beradaptasi dan mengatur ulang strategi.
Pandemi Covid-19 memaksa pemerintah, termasuk pemerintah daerah untuk menyesuaikan perkiraan ketersediaan dana pembangunan pada tahun 2020 ini. Pemprov NTB telah melakukan penyesuaian, dan memproyeksikan pendapatan daerah tahun 2020 menjadi Rp5,05 triliun, atau turun 11%. Penurunan target penerimaan terjadi pada seluruh kelompok pendapatan. PAD ditargetkan berkurang Rp165,8 miliar, Dana Perimbangan menyusut Rp442,9 miliar, dan Lain-lain Pendapatan berkurang sekitar Rp13,8 miliar. Sebelumnya, pada APBD Murni tahun 2020 pendapatan daerah ditargetkan sebesar Rp5,67 triliun. Nominal tersebut terdiri atas penerimaan PAD senilai Rp1,84 miliar, Dana Perimbangan sebesar Rp3,77 miliar, dan kelompok penerimaan Lain-lain Pendapatan Daerah sebesar Rp57 miliar.
Retribusi daerah mengalami penyesuaian paling signifikan pada kelompok PAD. Target penerimaan retribusi daerah pada APBD murni 2020 sebesar Rp19,6 miliar. Setelah penyesuaian, targetnya berkurang 28,3% menjadi Rp14,1 miliar. Penyesuaian terbesar terjadi pada jenis retribusi perizinan tertentu. Proyeksi penerimaan dari jenis retribusi ini berkurang hingga 67% dari target sebelumnya yang mencapai Rp2,9 miliar. Jenis retribusi ini terdiri dari izin trayek, izin usaha perikanan, dan retribusi perpanjangan izin mempekerjakan tenaga asing (IMTA)[1]. Penurunan signifikan target dari retribusi ini dapat dimaklumi sebagai dampak pembatasan social pada sektor pariwisata dan perikanan. Sementara itu, target retribusi jasa umum mengalami penyesuaian hingga 23% menjadi Rp1,7 miliar, dan retribusi jasa usaha turun sekitar 21% dari target sebelumnya menjadi Rp11,4 miliar.
Penyesuaian target penerimaan retribusi jasa umum sangat pesimistis. Hampir seluruh penerimaan retribusi ini bersumber dari pelayanan kesehatan, dan dalam jumlah yang sangat kecil bersumber dari retribusi penggantian biaya cetak peta. Kedaruratan kesehatan Covid-19 tidak akan mengurangi secara signifikan kebutuhan dan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan. Target pada APBD Murni 2020 hanya sebesar Rp2,2 miliar. Padahal potensi penerimaan dari retribusi ini sekitar Rp 10 miliar[2]. Sumber penerimaan retribusi ini berasal dari retribusi pelayanan kesehatan pada RS Mata NTB, Balai Lab Kesehatan Pulau Lombok, dan fasilitas sejenis yang dimiliki pemda. Penerimaan BLUD dari seluruh RSUD mengalami penyesuaian rata-rata 10%. Sehingga, target penerimaan retribusi jasa umum, khususnya retribusi pelayanan kesehatan yang realistis sekurang-kurangnya sekitar Rp5 miliar.
Pajak daerah mengalami penurunan target yang cukup besar dari sisi nominal. Target penerimaan pajak daerah setelah penyesuaian menjadi Rp1,37 triliun. Nominal tersebut berkurang Rp119,5 miliar dari proyeksi yang ditetapkan pada APBD Murni 2020. Pengurangan tersebut dikontribusikan oleh penurunan target penerimaan pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) sekitar 16% menjadi Rp350 miliar, target penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor berkurang Rp37,7 miliar atau sekitar 13%, dan target penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor diturunkan sekitar 3% menjadi Rp445,5 miliar. Sementara itu, target penerimaan pajak air permukaan dan pajak rokok tidak mengalami penyesuaian, masing-masing tetap ditargetkan sebesar Rp1 miliar dan Rp325,5 miliar.
Penerimaan daerah dari dana perimbangan juga mengalami penurunan[3]. Secara keseluruhan, proyeksi penerimaan dana perimbangan provinsi NTB setelah penyesuaian berkurang Rp442,9 miliar. Sebagian besar pengurangan tersebut bersumber dari pemangkasan DAK sejumlah Rp318 miliar. Target penerimaan DAK pada APBD Murni 2020 sebesar Rp1,89 triliun, lalu terpangkas menjadi sekitar Rp1,58 triliun. Sementara itu, DAU terpangkas 7% menjadi 1,48 triliun. Dan penerimaan DBH diproyeksi berkurang hanya 4% menjadi Rp261 miliar. Pengurangan transfer DBH bersumber dari turunnya royalti pertambangan minerba.
Penyesuaian kebijakan anggaran daerah akibat dampak Covid-19 pada akhirnya menekan kapasitas fiskal pemerintah daerah. Seluruh indikator kapasitas keuangan daerah mengalami penurunan. Penyempitan ruang fiskal membatasi diskresi pemda dalam pengalokasian anggaran. Situasi ini akan membatasi keleluasaan dalam membiayai program prioritas dan janji politik kepala daerah. Dalam dokumen RPJMD 2018-2023 terdapat 60 program prioritas pemprov NTB.
Ruang fiskal daerah provinsi NTB dalam tiga tahun terakhir terus mengalami penurunan signifikan. Pada tahun 2018, ruang fiskal daerah mencapai 32%. Lalu menurun secara gradual dalam dua tahun terakhir sebagai dampak bencana alam gempa pada akhir 2018, dan bencana non-alam Covid-19 tahun ini. Pada tahun 2021, ruang fiscal provinsi NTB diproyeksikan masih di bawah 30%.
Tampaknya, pemprov NTB perlu segera melakukan perhitungan ulang terhadap proyeksi kebijakan keuangan daerah. Termasuk melakukan penyesuaian terhadap prioritas dan target pembangunan daerah.
[1] Perda No. 5 Tahun 2018 tentang Retribusi Daerah
[2] LKPD Provinsi NTB Tahun 2014-2019
[3] Penyesuaian TKDD Provinsi NTB berdasarkan Perpres 72/2020 belum terakomodir dalam Pergub 30 Tahun 2020. Berdasarkan Perpres 72/2020 nominal dana perimbangan Provinsi NTB sebesar Rp3,33 triliun. Penyesuaian dana perimbangan Prov NTB terjadi pada DBH yang berkurang Rp12 miliar, dan DAK Fisik yang mengalami peningkatan sebesar Rp19 miliar.