Isu kenaikan harga BBM Bersubsidi membuat resah nelayan di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kebijakan ini akan berdampak terhadap beban hidup nelayan kecil yang semakin berat.
Ketua DPD KNTI Lombok Timur Dedy Sopian mengungkapkan, jika BBM Bersubsidi dinaikkan, maka berdampak pada bertambahnya biaya operasional melaut nelayan kecil. “Sikap kami terhadap kenaikan BBM Bersubsidi sangat tegas untuk menolaknya. Fakta di keseharian nelayan kita saja kan BBM Bersubsidi sulit diakses, mulai dari soal sulitnya mengurus rekomendasi dan akses ke SPBN yang jauh. Nah sekarang justru ditambah lagi beban di pundak nelayan dengan menaikan (harga) BBM Bersubsidi yang isunya akan dinaikan sampai 30%”, kata Dedy Sopian.
Pemerintah diharapkan mempunyai alternatif lain untuk menahan kenaikan BBM Bersubsidi ini, karena masyarakat di NTB belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemic Covid 19 dan gempa Lombok tahun 2018.
”Pemerintah tidak boleh langsung menaikan BBM Bersubsidi hanya dari sisi harga minyak global yang naik. Mereka (pemerintah) harus mencari solusi alternatif karena secara pendapatan kita tahu APBN mengalami surplus 21,6%”, tambahnya.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani mengutarakan, pemerintah butuh tambahan anggaran sebesar Rp198 triliun jika tidak menaikkan harga Pertalite dan Solar. Kondisi ini disebutkan akan memberatkan APBN karena harus menambah anggaran subsidi BBM yang sebelumnya telah dialokasikan sebesar Rp502 triliun.
Sri Mulyani juga membeberkan, subsidi BBM tidak tepat sasaran. Sekitar 86 persen penikmat BBM bersubsidi adalah orang kaya.